Buat Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
1946
(Chairil Anwar, 2009:58)
Chairil biasanya orang yang tegar dan
selalu optimis dalam segala hal tetapi dalam puisi ini dia merasa pesimis
karena cintanya sudah kandas. Sehingga puisi ini seakan-akan menjadi melankolis
karena sajaknya berisi tentang ratapan dan kesedihan Chairil dalam memikirkan
nasib yang benar-benar sudah tak bisa lagi dirubah. Tetapi emosi Chairil yang
menguasai puisi ini menyebabkan sajaknya tidak terlalu terlihat sedih.
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Pada bait tersebut penyair menyadari peran dalam hidupnya yang mengharuskan
adanya tindakan agar tidak terpengaruh oleh orang lain. Hal ini berkaitan
dengan baris berikutnya bahwa ia tak mau orang lain mempengaruhi hidupnya.
Penyair berpikiran orang lain yang mempengaruhi hidupnya membuat ia kehilangan
kemerdekaannya, sehingga ia menunjukkan keindivualitasnya yang berkaitan dengan
baris selanjutnya yang berarti ia tidak akan terpengaruh oleh siapapun.
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Pada bait tersebut penyair benar-benar tidak peduli apa pun yang terjadi,
karena tidak akan mempengaruhi keinginannya. Penyair memilih untuk menolak
pengaruh semangat lingkungan, dan gigih mempertahankan ketunggalannya sebagai
persona, serta mempertahankan individualitas, kemudian dengan tegas ia berkata
pada baris berikutnya ini membuktikan ia telah memilih dunianya yang otonom.
Karena hal itu, ia harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam
menjalani eksistensinya, sebab ia akan mendapatkan tantangan-tantangan.
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Selanjutnya pada tersebut menunjukkan perjuangan penyair dalam dunianya
sendiri, yang tetap bertahan dengan idiologinya walau berbagai cobaan yang
pedih menghampirinya. Karena ia tidak akan mempedulikannya. Ini merupakan
prinsip hidup penyair yang selalu ia pertahankan.
Dari uraian tersebut, sebagai pembaca hal yang paling bisa kita petik
yaitu, semangat penyair dalam mempertahankan prinsip hidupnya. Prinsip hidup
itu tidak akan bisa tergantikan oleh apa pun, sehingga tidak bisa dipengaruhi
orang lain. Jika kita ingin hidup lebih baik, maka kita perlu menjadi diri
sendiri yang tidak ada pengaruh hal lain dari mana pun juga. Hal ini yang perlu
kita pertahankan demi kelancaran hidup ini
Hal
ini berbeda pada puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” pengarang menceritakan
tentang cintanya yang sudah tidak dapat diperoleh lagi. Pengarang menggambarkan
gedung, rumah tua, tiang, dan temali, kapal, dan perahu yang tidak bertaut.
Benda-benda itu semua mengungkapkan tentang perasaan sedih dan sepi yang
dirasakan pengarang. Penyair atau pengarang merasa bahwa benda-benda di
pelabuhan itu membisu kepadanya. Selain itu dalam bait pertama Chairil mencoba
menuangkan perasaannya, bagaimana seorang kekasih tidak lagi bersamanya. Si
“aku” dalam puisi ini merasakan kesendirian yang memilukan, semenjak
ditinggalkan kekasinya. Semuanya memang terlewat, tetapi terlewat tanpa sesuatu
yang perlu dikenang. Berikut bait pusinya:
(Bait pertama)
Ini kali tidak ada yang mencari
cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Pada
bait kedua dalam Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” penyair memfokuskan perhatian
pada suasana pelabuhan dan penyair tidak lagi menghiraukan benda-benda di
pelabuhan yang beraneka ragam. Penyair
hanya memperhatikan suasana pelabuhan yang saat itu sedang gerimis hingga
menambah kesedihan penyair. Namun, suatu saat penyair berharap suasana di
pantai itu akan membuat hati penyair kembali dipenuhi harapan untuk terhibur,
tetapi suasana pantai itu kemudian berubah sehingga menyebabkan harapannya
musnah. Selain itu alam berjalan seperti biasanya, tetapi si “aku” dalam puisi
ini tidak dapat merasakan apa-apa. Hanya kesendirian yang setia bersamanya. Berikut
bait puisinya:
(Bait kedua)
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Pada
bait ketiga dalam Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” penyair memusatkan pada
dirinya sendiri, bukan pada pantai dan benda-benda disekeliling pantai itu. Dia
merasa tidak ada lagi yang diharapkan karena tidak ada yang menghiburnya dalam
kesedihan dan kesendiriannya. Dalam kesendiriannya, penyair tetap berjalan
dengan penuh harapan. Namun sesampainya di tujuan, orang yang diharapkan
penyair bisa menghiburnya, justru meninggalkannya. Penyair merasa tidak ada
lagi harapan untuk mencapai tujuannya kembali. Sehingga penyair merasa tidak dapat
meraih cintanya. Berikut bait puisinya:
(Bait ketiga)
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
Berdasarkan
analisis “Puisi Senja di Pelabuhan Kecil” di atas kita dapat memberikan
penilaian bahwa puisi tersebut lebih menonjolkan kesendirian yang dirasakan pengarangnya
karena dalam ’Puisi Senja di Pelabuhan Kecil”, pengarang ingin melukiskan
perasaannya melalui syair yang dibuatnya. Dalam syairnya, pengarang
mengungkapkan bahwa kegagalan cinta itu menyebabkan hatinya sedih dan tercekam.
Penyair membutuhkan seseorang untuk menghibur dirinya. Namun seseorang yang
diharapkan bisa menghiburnya, justru pergi meninggalkannya.
Penyair
merasa itu semua merupakan sebuah kegagalan. Hal itu menyebabkan seolah-olah
penyair kehilangan segala-galanya. Di dalam puisi ini sangat terlihat psikologi
penyair yang terguncang, hal itu
terlihat ketika pengarang atau penyair berusaha untuk bangkit mencari
hiburan dan menginginkan sebuah harapan dengan menyusuri semenanjung. Selain
itu, psikologis pengarang juga sangat terlihat dari ungkapan perasaan jiwanya
yang sangat sedih dan berharap ada sebuah harapan datang. Penyair berharap ada
yang menghiburnya, tetapi harapan itu tiba-tiba hilang bahkan dari kejadian itu
terlihat jelas bahwa jiwa penyair terguncang karena kesedihan penyair
yang ia dapatkan kembali.
Ketika
orang mulai berusaha untuk bangkit dari kesedihannya, menandakan ia bisa
menguasai dirinya. Namun, ketika penyair sudah berusaha bangkit tetapi sia-sia,
hal itu yang bisa menyebabkan dirinya terganggu. Semua bisa terganggu ketika
hal yang ia alami tidak sesuai dengan keinginannya dan menyebabkan hal buruk.
Apa yang dialami penyair menyebabkan penyair merasa kehilangan segala-galanya.
Keadaan seperti inilah yang ditakutkan karena ketika ia merasakan hal seperti
ini, rasionalnya tidak bisa bekerja dengan baik.
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon